Batasan Jumlah Orang dalam Shalat Jama’ah
Shalat adalah ibadah rutin yang
sudah seharusnya setiap muslim dan muslimah memperhatikan tentang shalatnya sesuai dengan tuntunan syariat islam
Shalat jama’ah dianggap sah jika
minimal dilaksanakan oleh dua orang. Karena secara bahasa, al jama’ah sendiri
dari kata al ijtima’ yang artinya: sekumpulan orang. Dan dalam bahasa
Arab, dua orang yang berkumpul sudah bisa disebut ijtima’. Juga
sebagaimana hadits dari Abu Umamah Al Bahili, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
bersabda ketika ada seorang yang memasuki masjid untuk shalat:
ألَا
رَجُلٌ يَتصدَّقُ على هذا يُصلِّي معه؟ فقام رَجُلٌ فصَلَّى معه، فقال رسولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: هذان جَماعةٌ
“Tidakkah ada seseorang yang mau
bersedekah terhadap orang yang shalat ini?”. Maka seorang lelaki pun berdiri
untuk shalat bersamanya. Kemudian Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
bersabda: “Dua orang ini adalah jama’ah” (HR. Ahmad no.22189, dishahihkan oleh
Syu’aib Al Arnauth dalam Takhrij Al Musnad).
Demikian juga dalam hadits Malik bin
Huwairits radhiallahu’anhu, ia berkata:
أَتَى
رَجُلَانِ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يُرِيدَانِ السَّفَرَ، فَقَالَ
النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: إذَا أنْتُما خَرَجْتُمَا، فأذِّنَا، ثُمَّ
أقِيمَا، ثُمَّ لِيَؤُمَّكُما أكْبَرُكُمَا
“Dua orang mendatangi Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam menyatakan bahwa mereka akan pergi safar. Maka Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam jika kalian kalian safar (dan akan mendirikan
shalat) maka adzan-lah dan iqamah-lah, dan hendaknya yang lebih tua dari kalian
yang menjadi imam” (HR. Bukhari no. 630, Muslim no.674).
Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa
dua orang saja sudah mencukupi untuk tercapainya shalat berjama’ah.
Posisi Imam dan Makmum dalam Shalat Jama’ah
Mengenai posisi berdirinya imam dan
makmum dalam shalat berjama’ah perlu dirinci menjadi beberapa keadaan:
1.
Jika
shalat berjama’ah hanya dua orang
Jika keduanya laki-laki maka
posisinya sejajar dan makmum terletak di samping kanan imam. Sebagaimana hadits
dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu’ahuma, ia berkata:
بِتُّ
فِي بَيْتِ خَالَتِي مَيْمُونَةَ فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ العِشَاءَ، ثُمَّ جَاءَ، فَصَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ، ثُمَّ نَامَ، ثُمَّ
قَامَ، فَجِئْتُ، فَقُمْتُ عَنْ يَسَارِهِ فَجَعَلَنِي عَنْ يَمِينِهِ، فَصَلَّى
خَمْسَ رَكَعَاتٍ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ نَامَ
“Saya pernah menginap di rumah
bibiku, Maimunah (binti Al Harits, istri Rasulullah). Aku melihat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat isya (di masjid), kemudian beliau pulang,
dan shalat 4 rakaat. Lalu beliau tidur. Kemudian beliau bangun malam. Akupun
datang dan berdiri di sebelah kiri beliau. Lalu beliau memindahkanku ke sebelah
kanannya. Beliau shalat 5 rakaat, kemudian shalat dua rakaat, lalu tidur
kembali” (HR. Bukhari no. 117, 697).
Dalam riwayat lain:
أتيتُ
رسول الله – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – من آخر الليل فصلّيتُ خلفه،
فأخَذ بيدي فجرّني فجعلني حذاءه
“Aku (Ibnu Abbas) mendatangi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sedang shalat di akhir malam.
Maka aku pun shalat di belakang beliau. Lalu beliau mengambil tanganku dan
menarikku hingga sejajar dengan beliau” (HR. Ahmad 1/330, dan dishahihkan oleh
Syuaib Al-Arnauth dalam Takhrij Musnad Ahmad).
Hal ini berlaku baik pada laki-laki
maupun wanita yang shalat berdua sesama wanita.
2.
Jika
makmum lelaki lebih dari satu
Maka posisi makmum berada di
belakang imam membentuk barisan. Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu
mengatakan:
قُمْتُ
عَنْ يَسَارِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخَذَ بِيَدِي
فَأَدَارَنِي حَتَّى أَقَامَنِي عَنْ يَمِينِهِ ثُمَّ جَاءَ جَبَّارُ بْنُ صَخْرٍ
فَتَوَضَّأَ ثُمَّ جَاءَ فَقَامَ عَنْ يَسَارِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدَيْنَا
جَمِيعًا فَدَفَعَنَا حَتَّى أَقَامَنَا خَلْفَهُ
“Aku berdiri di sisi kiri Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam. Lalu beliau memegang tanganku dan menarikku hingga
aku berdiri di sebelah kanan beliau. Kemudian datang Jabbaar bin Shakhr, lalu
ia berwudhu kemudian datang dan berdiri di sebelah kiri Rasulullah
Shallallahu‘alaihi wasallam. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
memegang tangan kami semua dan mendorong kami hingga kami berdiri di belakang
beliau” (HR Muslim no. 5328).
3.
Makmum
wanita
Jika seorang lelaki mengimami
wanita, maka perlu diketahui bahwa shalatnya seorang lelaki bersama
wanita perlu dirinci. Al Imam An Nawawi menjelaskan,
قال
أصحابنا : إذا أمَّ الرجل بامرأته أو محرم له , وخلا بها : جاز بلا كراهة ; لأنه
يباح له الخلوة بها في غير الصلاة . وإن أمَّ بأجنبية ، وخلا بها : حرم ذلك عليه
وعليها , للأحاديث الصحيحة التي سأذكرها إن شاء الله تعالى . وإن أمَّ بأجنبيات
وخلا بهن : فقطع الجمهور بالجواز
“Para ulama madzhab kami berkata,
jika seorang lelaki mengimami istrinya atau mahramnya, dan hanya berdua,
hukumnya boleh tanpa kemakruhan. Karena lelaki boleh berduaan dengan mereka (istri
dan mahram) di luar shalat. Adapun jika ia mengimami wanita yang bukan mahram,
dan hanya berduaan, maka haram bagi si lelaki dan haram bagi si wanita. Karena
hadits-hadits shahih yang akan saya sebutkan menunjukkan terlarangnya. Jika
satu lelaki mengimami beberapa wanita dan mereka berkhalwat, maka jumhur ulama
membolehkannya” (Al Majmu’, 4/173).
Adapun posisi wanita jika bermakmum
pada lelaki, baik wanitanya hanya seorang diri ataupun banyak, maka posisinya
adalah di belakang imam. Berdasarkan keumuman hadits Anas bin Malik
radhiallahu’anhu, ia berkata:
صَلَّيْتُ
أَنَا وَيَتِيمٌ فِي بَيْتِنَا خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَأُمِّي أُمُّ سُلَيْمٍ خَلْفَنَا
“Aku shalat bersama seorang anak
yatim di rumah kami di belakang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan ibuku
Ummu Sulaim di belakang kami” (HR. Bukhari no.727, Muslim no.658).
4.
Wanita
mengimami sesama wanita
Jika seorang wanita mengimami para
wanita, maka imam berada di tengah. Dari Rabthah al Hanafiyah, ia berkata :
أَنَّ
عَائِشَةَ أَمَّتْهُنَّ وَ قَامَتْ بَيْنَهُنَّ فِيْ صَلاَةٍ مَكْتُوْبَةِ
“‘Aisyah pernah mengimami para
wanita dan ia berdiri diantara mereka dalam shalat wajib” (HR. Abdurrazaq dalam
Al Mushannaf 3/140, Al Baihaqi 3/131).
Dari Hubairah, ia mengatakan bahwa :
أَنَّ
أُمَّ سَلَمَةَ أَمَّتْهُنَّ فَكَانَتْ وَسَطًا
“Ummu Salamah pernah mengimami para
wanita dan ia berada di tengah-tengah”. (HR Abdurrazaq dalam Al Mushannaf
3/140, Al Baihaqi 3/131).
Pertanyaan :
1.
Jelaskan apa yang kamu ketahui
tentang shalat dan berapa jumlah batasan untuk shalat berjamaah ?
2.
Bagaiamana posisi imam ketika sholat
berjamaah jika wanita bermakmun pada lelaki?